ARTICLE AD BOX
Dari hasil pengukuran yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Badung, ditemukan bahwa ketinggian bangunan hotel tersebut melebihi batas maksimal yang diizinkan, bahkan ada yang mencapai 26 meter. Padahal, berdasarkan aturan, batas maksimal hanya 15 meter sesuai dengan PBG yang diterbitkan.
Tak hanya soal ketinggian, jumlah kamar yang dibangun juga melampaui izin yang diberikan. Dalam IMB Nomor: 1073/IMB/DPMPTSP/2021, hotel ini hanya diperbolehkan membangun 48 kamar. Namun, hasil inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Bali menemukan adanya pembangunan 64 kamar hotel, belum termasuk vila yang juga ikut dibangun.
Sementara dalam website Wijaya Kusuma Contractors, yang menggarap proyek di atas lahan 1,5 hektare ini disebutkan jumlah kamar hotel ada 39 ditambah 25 vila. Proyek ini pun ditargetkan tuntas pada bulan Oktober mendatang.
Plt. Kepala Dinas PUPR Badung, I Nyoman R. Karyasa, tidak menampik jika ada indikasi pelanggaran dalam pembangunan hotel ini. Tim dari Dinas PUPR bersama Satpol PP telah turun langsung ke lokasi untuk melakukan pengukuran di beberapa titik.
“Hasil pengukuran menunjukkan ada yang melebihi 15 meter, bahkan ada yang mencapai 26 meter,” ungkapnya, Sabtu (1/3/2025).
Saat ini, pihaknya sedang menyusun kajian teknis yang akan segera disampaikan kepada Satpol PP untuk menentukan langkah hukum lebih lanjut. “Kami akan sampaikan kajiannya ke Satpol PP selaku instansi yang berwenang dalam penegakan Perda. Apakah nantinya akan ada sanksi seperti pemangkasan bangunan atau pembongkaran, itu menjadi kewenangan mereka,” tambahnya.
Secara terpisah, Kasatpol PP Badung, I Gusti Agung Ketut Suryanegara, mengakui bahwa secara administratif PT Step Up Solusi Indonesia memang telah mengantongi izin pembangunan. Namun, yang menjadi persoalan adalah adanya dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan proyek di lapangan.
“Kalau dari segi perizinan, itu sudah lengkap, termasuk revetment-nya. Permasalahan sekarang ini adalah berkenaan dengan pembangunannya yang diduga melebihi ketinggian,” ungkapnya.
Saat ini, pihaknya masih menunggu hasil kajian teknis dari tim PUPR untuk menentukan tindakan selanjutnya. Jika terbukti melanggar, konsekuensi yang dihadapi bisa berat, mulai dari pemangkasan bangunan, pembongkaran, hingga pencabutan izin operasional.
Dugaan pelanggaran ini juga mendapat perhatian serius dari DPRD Badung. Ketua Fraksi Gerindra DPRD Badung, I Wayan Puspa Negara, menegaskan bahwa pemerintah daerah harus bertindak tegas terhadap pelanggaran yang terjadi.
“Jika benar bangunan ini melampaui batas ketinggian 15 meter sebagaimana diatur dalam Pasal 100 RTRWP Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023, maka bangunan ini harus dipangkas atau dibongkar. Ini bukan kasus pertama. Tahun 2005, ada hotel di Seminyak yang juga dipotong karena melanggar aturan ketinggian,” ujarnya.
Ia juga meminta pimpinan DPRD Badung melalui komisi terkait untuk segera turun ke lokasi guna melakukan inspeksi langsung. “Saya meminta pimpinan DPRD Badung segera melakukan sidak ke lokasi untuk melihat secara faktual kondisi bangunan tersebut. Jika ditemukan pelanggaran, maka harus segera diambil langkah tegas sesuai peraturan yang berlaku,” tambahnya.
Lebih lanjut, Puspa Negara menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap proyek-proyek pembangunan di Badung agar tidak ada lagi pengembang yang semena-mena melanggar aturan.
“Kita tidak boleh lemah dalam pengawasan. Jangan sampai ada kesan bahwa aturan bisa dilanggar tanpa konsekuensi. Jika pelanggaran ini dibiarkan, maka akan menjadi preseden buruk bagi yang lain. Oleh karena itu, law enforcement harus ditegakkan, dan Sumonev (supervisi, monitoring, dan evaluasi) diperkuat agar kejadian serupa tidak terulang,” tegasnya.
Permasalahan dalam proyek pembangunan hotel ini ternyata bukan hanya sebatas dugaan pelanggaran izin ketinggian dan jumlah kamar. Sejak awal konstruksi dimulai pada tahun 2022, proyek ini sudah menuai kontroversi karena adanya dugaan pengerukan tebing yang menyebabkan tanah longsor dan mencemari laut di sekitar Jimbaran.
Namun saat itu PT Step Up Solusi Indonesia melalui kuasa hukumnya, H. Sambari, saat itu menampik telah melakukan pemotongan tebing hingga reklamasi. "Tidak benar telah terjadi pemotongan tebing dan reklamasi di proyek PT Step Up," klarifikasi H. Sambari.
Adapun pekerjaan yang dituding sebagai pemotongan tebing disebutnya sebagai pematangan tanah dengan metode menggali dan mengurug (cut and fill) dengan tujuan mengatur letak masing-masing bangunan dan akses jalan sesuai perencanaan bangunan mengingat kontur tanah tidak rata dan curam dengan kemiringan yang tajam. Sejumlah perizinan juga disebut sudah dikantongi, termasuk Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), izin pembangunan breakwater dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.